Foto: Ragil Mahardika & Frederik Vollert saat diundang di Podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier.
Focustangerang.com – Kaum L98T kembali mendapat panggung di negeri ini, baru-baru ini dalam podcast YouTubenya mantan mentalis Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederik Vollert sebagai bintang tamu. Dalam video yang berdurasi sekitar satu jam, Deddy membahas seputar kehidupan dan hasrat seksual seorang gay.
Tentunya karena ini, Netizen ramai menghujat dan mengecam Deddy Corbuzier karena tindakannya terang-terangan telah mengkampanyekan dan memberi panggung kaum L98T tersebut, dan buntutnya Deddy kehilangan 8 juta follower di kanal Youtube dan Instagramnya.
Polemik konten podcast Deddy Corbuzier juga menjadi sorotan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. Mahfud Md membahas dan menanggapi perihal isu kaum L98T tersebut, menurutnya Indonesia negara Demokrasi, oleh karena itu negara tidak memiliki wewenang untuk melarang Deddy Corbuzier menampilkan kaum L98T dalam podcast miliknya.
Mahfud juga mengatakan bahwa hak masyarakat untuk mengkritik apa yang dilakukan Deddy Corbuzier tersebut, namun kendati demikian hingga kini dia melihat belum ada masalah hukum dari konten podcast tersebut, karena hal ini merupakan masalah persepsi, pandangan dan pilihan untuk sama-sama berekspresi (Liputan6.com, 10/05/2022).
Wajar saja Menko Polhukam mengeluarkan statement demikian, karena dalam negara Demokrasi kebebasan berpendapat berperilaku dijamin oleh negara, siapapun berhak berekspresi meskipun hal itu dinilai bertentangan dengan norma-norma agama. Negara Demokrasi dengan mengusung pemahaman Sekulernya, di mana dalam pemahaman ini agama dipisahkan dari kehidupan, sehingga muncul anggapan bahwa manusia bebas mengatur kehidupan mereka sesuai dengan keinginan mereka dengan meniadakan agama di dalamnya. Dan dalam negara Demokrasi, negara tidak mempunyai wewenang untuk menjerat setiap kegiatan yang mengkampanyekan, mendukung ataupun memberi ruang pada kaum L98T karena tidak ada Undang-Undang yang dapat menjerat aktivitas tersebut karena dianggap kebebasan dalam berekspresi.
Karena tidak adanya jeratan hukum, kaum L98T semakin masif mengkampanyekan keberadaan mereka, bahkan kini mereka semakin berani karena baru-baru ini pemerintah telah mengesahkan dua instrumen hukum yaitu Permendikbud Ristek no. 30/2021 dan UU TPKS, dimana di dalam dua instrumen hukum ini terdapat ruang gerak bagi mereka kaum L98T.
Ruang gerak dan dukungan yang terbuka lebar untuk mereka, bukan hanya didapati pada ranah negara saja, banyak kalangan baik itu dari aktivis korporasi/MNC, politisi memberi ruang dan terkesan condong mendukung mereka dengan mengatasnamakan pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif.
Dukungan itu juga pernah datang dari perusahaan raksasa Unilever, yang terang-terangan mendukung mereka. Unilever perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda pada tanggal 19 Juni 2020 yang lalu menyatakan resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan L98T+, yang disampaikan melalui akun Instagramnya. Dengan aksi menandatangani Declaration of Amsterdam, Unilever memastikan setiap orang memiliki akses inklusif ke tempat kerja dan membuka kesempatan bisnis bagi kaum L98T+ sebagai bagian dari koalisi global, dan membuat kaum L98T+ bangga karena mereka telah bekerjasama dengan Unilever. Unilever juga meminta lembaga amal untuk kaum L98T Stonewall untuk mengaudit kebijakan dan tolak ukur sebagaimana lanjutan dari dukungan tersebut (Republika.com, 26/06/2020).
Padahal Islam telah melarang keras segala aktivitas yang berhubungan dengan kaum L98T tersebut, baik itu yang berkaitan dengan pelaku, objek, maupun dukungan ataupun segala hal yang dapat memberi ruang kepada mereka. Bagaimana telah dikisahkan dalam Al-Qur’an, Allah menurunkan azabnya kepada Kaum Nabi Luth, melaknat dan menghancurkan mereka dengan menurunkan hujan batu dan menjungkir balikkan kota tersebut, dan ini juga menimpa istri Nabi Luth yang ikut mendukung aktivitas terlaknat tersebut.
Begitu mengerikan azab yang diberikan Allah kepada pelaku dan pendukung aktivitas kaum Nabi Luth tersebut dan seharusnya peristiwa ini menjadikan kita tidak berdiam diri dan menjadikan hal ini menjadi persoalan yang sangat serius, sehingga diperlukan peran bersama baik itu dari elemen masyarakat, ulama ataupun negara. Namun kenyataannya negara tidak bisa berbuat apa-apa karena alasan kebebasan.
Untuk menghentikan dan menghapuskan keberadaan kaum L98T tidak cukup dengan hujatan dan penolakan saja tapi dibutuhkan tindakan tegas dari negara, dengan menghukum pelaku, objek penyimpangan seksual ini dengan hukuman mati. Selain itu negara juga harus menutup ruang gerak yang akan menjadikan mereka eksis, baik itu melalui media sosial atau media apapun.
Dengan mekanisme ini tidak ada ruang gerak bagi mereka kaum L98T, sebab aktivitas penyimpangan seksual ini akan menjadi racun yang akan menular kepada yang lainnya dan tentunya akan sangat berbahaya bagi moral dan keberlangsungan hidup manusia.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Eno Fadli
(Pemerhati Kebijakan Publik)