Penulis : Eno Fadli (Pemerhati Kebijakan Publik)
Focustangerang.com – Kemiskinan merupakan situasi di mana individu atau masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi kehidupan dasar mereka. Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 sebanyak 26,16 juta jiwa, persentase penduduk miskin terbanyak ditemui di pulau Jawa yaitu 52,96 persen. Angka ini diklaim mengalami penurunan karena pemulihan ekonomi yang terjadi pada kuartal satu 2022 (Tempo.com, 15/07/2022).
Berbanding terbalik dengan hasil survei, fakta yang dirasakan justru masyarakat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka, dikarenakan pendapatan masyarakat menurun dan banyaknya jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja, hal ini mengakibatkan krisis finansial bagi masyarakat, ditambah lagi dengan harga pangan yang melonjak naik, harga sumber energi juga ikutan naik. Semua ini dirasakan semakin menghimpit seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah.
Hal serupa juga dirasakan oleh warga negara Amerika Serikat sebagai negara raksasa penganut sistem ekonomi kapitalis. Ribuan warga negara AS berbondong-bondong mengantri untuk mendapatkan bantuan makanan dari pemerintah yang berisi kacang kaleng, selai kacang dan nasi. Mereka rela berjalan kaki dan mengantri dengan antrian yang panjang demi mendapatkan bantuan tersebut.
Situasi ini terjadi karena AS mengalami inflasi sebesar 9,1 persen pada bulan Juni 2022. Inflasi ini merupakan lonjakannya terbesar sejak tahun 1981. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan inflasi yang tinggi karena efek negatif yang terjadi akibat perang Rusia dan Ukraina, menyebabkan harga energi yang melonjak tajam sehingga harga bahan bakar minyak AS melonjak dan ini menjadikan meningkatnya kerawanan pangan (Kompas.com, 15/07/2022).
Inflasi Amerika berimbas pada perekonomian dunia, khususnya Indonesia sebagai negara berkembang. Hal ini berdampak pada beberapa jalur, yaitu pertama dari jalur moneter di mana inflasi AS yang naik, menyebabkan kurs dollar AS akan menguat terhadap mata uang lain termasuk rupiah, dikarenakan inflasi yang tinggi akan mendorong bank sentral AS dalam menaikkan tingkat suku bunganya, sehingga hal ini akan menekan perusahaan dan konsumen di Indonesia membayar bunga pinjaman yang lebih mahal.
Kedua jalur perdagangan, di mana inflasi bisa menekan ekspor Indonesia ke AS karena menurunnya daya beli konsumen di AS, dan dari sisi perolehan bahan baku konsumen Indonesia dari AS akan meningkat biaya bahan bakunya, seperti mesin dan juga obat-obatan. Hal ini akan menimbulkan resiko untuk pemulihan ekonomi negeri ini.
Stagflasi yang menimpa negara-negara kapitalis menandakan cacat bawaan dari sistem ekonomi kapitalis yang dibangun dari sektor non riil dan liberalisasi ekonomi. Sektor non riil yang melahirkan institusi pasar modal dan perseroan sehingga menjadikan saham sebagai komoditi, begitupun dengan sistem ekonomi moneter dunia yang menjadikan dollar sebagai alat ukur, hal ini merupakan sektor ekonomi yang jelas-jelas rentan akan isu, begitupun dengan sistem perbankkan yang menggunakan suku bunga menjadikan semua ini menjadi penyebab dunia mengalami stagflasi.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang tahan krisis, di mana sistem ekonomi Islam dibangun berdasarkan sistem ekonomi riil yang menjadikan barang dan jasa sebagai komoditi bukan saham, karena keseimbangan secara aktual dalam ekonomi riil sebagaimana keseimbangan pasar akan barang dan jasa secara riil.
Sistem moneter yang dipergunakan pun berbasis dinar dan dirham, di mana keduanya merupakan alat ukur yang adil, terukur dan stabil karena didukung oleh nilai intrinsik yang dapat menghilangkan problem kelangkaan mata uang oleh sebab pengaruh mata uang yang kuat atau yang mendominasi. Dan dalam sistem ekonomi Islam tidak mentolerir aktivitas yang menjadikan uang sebagai komoditi (mengandung unsur ribawi), karena bertentangan dengan syara’ juga menyebabkan sektor riil tidak berjalan dengan optimal.
Negara dalam Islam menjalankan politik ekonominya bukan dengan praktik liberalisasi ekonomi di mana Islam membagi harta dalam tiga kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan individu yang merupakan harta khusus milik individu yang perolehan dan pemanfaatannya terikat dengan hukum syara’, begitupun dengan harta milik umum dan negara, di mana dua kepemilikan ini pemanfaatannya akan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat, sehingga dengan ini negara memberikan jaminan pada setiap individu per individu dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya dan negara juga mendorong agar warga negaranya dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar individu yang bersangkutan.
Tidak seperti dalam sistem ekonomi kapitalis yang penentuan kemiskinan atau mampu tidaknya masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya hanya berdasarkan data yang diambil dari sampel secara acak bukan dari individu per individu warga negaranya. Seperti inilah Islam, yang mempunyai solusi paripurna dengan berbagai langkah yang sistematis, dengan sistem ekonomi yang tahan krisis.