Goresan Pena : Yani Suryani
Tanggal 17 Agustus adalah HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. 76 tahun yang lalu proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Mulai saat itu negara Indonesia menjadi negara merdeka. Negara yang bebas tak dijajah dan kita ketahui bersama bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa.
Merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti (1) bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri (2) tidak terkena atau lepas tuntutan (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Menjadi negara yang merdeka adalah cita-cita dan hak bagi seluruh negara yang ada di dunia. dan Indonesia adalah salah satu negara yang merdeka, maka seharusnya negara ini adalah negara yang mandiri, bebas menentukan kemana arah tujuan dan cita-cita bangsa ini.
Tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa”. Penulisan ini ada pada paragraf awal yang menunjukkan pernyataan negara Indonesia yang telah sehari sebelumnya memproklamirkan kemerdekaan.
Memperhatikan arti merdeka tersebut amat sangat jauh jika saat ini negara Indonesia telah terjerat utang hingga Rp. 6.017 triliun (asumsi kurs Rp. 14.500/dollar AS). Seperti dilansir Kompas.com edisi 16 Mei 2021. Kondisi utang Indonesia yang sudah menggunung itu, menunjukkan bahwa saat ini negara ini sangat bergantung pada negara pemberi atau pendonor utang. Padahal negara kita sangat kaya akan sumber daya alam yang dimiliki. Bahkan Indonesia adalah negara yang hampir semua ada. Barang tambang dan sumber alam hayati dan hewani sangat melimpah di negeri ini.
Utang yang didapat tentu bukan tanpa bunga. Karena ekonomi yang saat ini dilakukan di negara ini adalah ekonomi kapitalis. Jadi tidak akan mellihat apakah utang itu menimbulkan masalah baru atau tidak. Padahal Islam dengan jelas mengharamkan riba, sudah pasti riba ini akan menimbulkan masalah baru. Kita ingat akan pesan Rosullullah, manusia pilihan, penutup para nabi lewat hadistnya yang bersabda, “Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya,“ (HR Thabrani).
Jika negara kita sudah merdeka namun faktanya masih bergantung pada negara lain sebagai pemberi utang, bahkan sangat menjulang lalu kemerdekaan yang kita ini miliki ini untuk siapa? Karena melalui pemberian utang ini, maka ada perjanjian atau konsekuensi yang harus dilakukan, seperti contoh pengurangan subsidi bagi rakyat. Maka tak aneh jika akhirnya listrik, BBM, dan pajak naik yang imbasnya akan mengalami kenaikan pada sektor yang lain pula.
Belum lagi jika kita melihat di saat pandemi saja, saat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) diberlakukan bagi raktyat, malah pemerintah membuka pintu masuknya TKA (Tenaga Kerja Asing). Padahal masih banyak kepala rumah tangga yang terpaksa mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) imbas dari pandemi ini. Dan masih banyak kita jumpai rakyat yang belum memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya.
Lewat sistem inilah alih-alih ingin mengurangi kemiskinan namun pada faktanya jumlah kemiskinan semakin meningkat tajam. Padahal Indonesia adalah negara yang sangat kaya dan melimpah sumber daya alamnya. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman itulah sepenggal lagu yang mengisahkan betapa suburnya negara kita ini. Sungguh ironis sekali, ketika Sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah ini lebih diberikan kepada asing untuk mengurusnya dan kita rakyat dibebani dengan wajibnya membayar pajak.
Apa yang dituliskan Taufik lewat puisi yang berjudul “Jangan Teriak Merdeka Malu Kita” sungguh menggambarkan negeri ini. Keprihatinan melihat negeri ini yang sangat melimpah ruah sumber daya alam tidak berkorelasi dengan makmurnya rakyat. Dan malu jika kita meneriakkan merdeka namun kenyataannya kemerdekaan ini semu. lalu, merdeka kita milik siapa?
👍