Skema Normalisasi Harga Migor Dari Satgas Sampai Aplikasi Benarkah Bisa Mengatasi?
Kamis, 30 Agustus 2022 | 13.13 WIB
Harga minyak goreng yang sampai saat ini masih melambung selalu menjadi polemik. Harga migor di atas batas kewajaran menjadi beban yang menyakitkan bagi masyarakat, selain mereka harus menghadapi harga pangan yang juga ikutan merangkak naik.
Untuk menormalisasikan harga migor, pemerintah baru-baru ini telah melakukan beberapa skema penstabilan harga yaitu dengan memberlakukan kenaikan Domestic Market Obligation (DMO) menjadi 30% melalui Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 170 Tahun 2022, peraturan ini dikeluarkan Kamis 10 Maret 2022. Dimana DMO sebelumnya sebesar 20%. DMO ini bertujuan agar produsen CPO memenuhi pasokan stok dalam negeri dan menurut peraturan yang baru naik menjadi 30%.
Skema Domestic Price Obligation (DPO) juga diberlakukan. DPO yang merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2022. Pemerintah menyebutkan jika harga minyak sawit Rp 9.300 per kg dan sudah termasuk nilai PPN produsen minyak kelapa sawit mampu menjual ke produsen minyak goreng dengan harga tersebut sehingga diharapkan nantinya produsen minyak goreng dapat menjual minyak goreng kepada masyarakat dengan harga Rp 14 ribu per liternya (Okezone.com, 21/03/2022).
Pemerintah juga memastikan minyak goreng curah tersedia di masyarakat dengan harga terjangkau. Dan untuk itu pemerintah lewat Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan membuat crisis center (pusat krisis), task force (satuan tugas) minyak goreng dan mengadakan hotline (saluran telepon). Satgas migor yang dikepalai oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ini dibentuk dengan harapan masyarakat dan pelaku usaha dapat bekerjasama jika terdapat pelanggaran di lapangan.
Untuk memastikan ketersediaan migor yang terjangkau dan agar pengawasan distribusi migor curah lebih mudah, pemerintah akan mensosialisasikan pembelian Minyak Goreng Curah Rakyat (MCGR) dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi yang uji coba pertamanya dilakukan Senin 27 juni 2022. Dengan proses pembelian seperti ini Kemenko Marves sebagai kepala Satgas migor, mengklaim bakal cepat dan tepat sasaran dan masyarakat pasti akan mendapatkan MCGR (Detik.com, 26/06/2022).
Disisi lain, Mendag juga merespon wacana Menko Marves untuk penghapusan minyak goreng curah diganti dengan kemasan sederhana, dengan alasan minyak goreng curah yang kurang higienis (Fajar.com, 18/06/2022).
Dari beberapa skema normalisasi harga migor, pemerintah terlihat gamang dalam mengatasi permasalahan ini, terlihat dari tumpang tindihnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam menormalisasikan harga. Terbukti skema DMO dan DPO saja belum mampu untuk menormalisasikan harga migor, kini pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan yang tentunya ini semua dinilai mempersulit rakyat untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Klaim cepat dan tepat sasaran dalam pendistribusian MCGR menggunakan aplikasi Peduli Lindungi diragukan.
Melihat fakta yang ada, tidak semua masyarakat bawah memiliki smartphone dan dapat mengakses aplikasi ini, sehingga hal ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh oknum yang bisa membeli MGCR dengan aplikasi miliknya dan memberi harga yang berbeda kepada masyarakat yang tidak bisa mengakses aplikasi ini atau memiliki smartphone.
Wacana penghapusan migor curah juga menambah beban masyarakat, masyarakat mengetahui kurang higienisnya minyak goreng curah, namun bagaimana lagi dengan harga minyak goreng yang selangit membuat masyarakat menjadikan migor curah sebagai alternatif menyelesaikan masalah mereka. Alih-alih mempermudah masyarakat untuk mendapatkan migor murah, justru malah menambah masalah baru bagi mereka, jika minyak goreng curah dihapuskan otomatis mereka akan beralih pada kemasan sederhana, dan tidak ada yang dapat menjamin harga kemasan sederhana juga akan merangkak naik seperti minyak goreng kemasan premium, melihat tatakelola dalam pendistribusian kebutuhan pangan seperti sekarang ini.
Tata Kelola kebutuhan pangan yang bermasalah dan buruk menjadikan masyarakat selalu menjadi korbannya, parahnya mereka malah dipersulit untuk mendapatkan komoditas kebutuhan pokok. Tumpang tindihnya kebijakan yang dikeluarkan berpangkal pada sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan oleh negara. Penguasaan migor dari hulu sampai ke hilir dikuasai oleh pengusaha, sehingga mereka dengan leluasa memainkan harga, negarapun lewat kebijakan yang dikeluarkan memuluskan langkah mereka para pengusaha. Negara tidak bertindak sebagai pengurus urusan rakyat justru negara bertindak sebagai regulator para penguasa.
Tentunya hal semacam ini tidak akan ditemui jika negara menerapkan sistem ekonomi Islam, dimana negara menyelesaikan permasalahan migor dengan mekanisme yang terarah baik dari hulu sampai hilir. Penguasaan lahan oleh korporasi tidak akan terjadi, negara akan membuka akses lahan bagi semua masyarakat agar dapat mengelola lahan tersebut, sehingga tidak ada lagi pengistimewaan penguasaan lahan pada korporasi atau para penguasa. Negara akan memaksimalkan produktivitas lahan dengan mensuport para petani kelapa sawit melalui modal, edukasi dan pelatihan sehingga mereka bisa memperoleh hasil yang berkualitas.
Adanya dukungan sarana produksi dan infrastruktur yang menunjang dari pemerintah, dimaksudkan agar pendistribusian dapat berjalan lancar. Pengawasan rantai niaga dan menghilangkan penyebab terganggunya mekanisme pasar dengan menindak tegas mafia-mafia pasar yang menyebabkan terganggunya mekanisme pasar. Negara juga memastikan masyarakat mendapatkan pangan dengan kualitas yang baik dan higienis, sebagaimana Rasulullah mencontohkan dalam hadits tumpukan makanan yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah ra:
Sesungguhnya Rasulullah SAW, pernah berjalan melewati tumpukan makanan. Beliau kemudian memasukkan tangannya dan mendapati sebagiannya masih basah. Beliau lalu bersabda, “Apa ini, wahai pemilik makanan?” Pemilik makanan itu berkata, “Itu terkena air hujan, ya Rasulullah” Lalu beliau bersabda, “ Lalu mengapa tidak engkau letakkan diatas supaya orang-orang bisa melihatnya. Siapa saja yang menipu maka ia tidak termasuk dari golongan kami”.
Negara juga tidak akan mematok harga, karena mematok harga merupakan praktik yang diharamkan. Untuk mengatasi harga yang melonjak negara akan menambah pasokan dan jika diperlukan akan mendatangkan barang dari wilayah lain, hal ini dipraktikkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra, ketika terjadi paceklik yang berakibat kelangkaan dan melonjaknya harga di Hijaz, Khalifah Umar ra, tidak mematok harga melainkan beliau mendatangkan barang dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga harga turun.
Mekanisme efektif seperti inilah yang dibutuhkan dalam menormalisasikan harga migor, bukan malah membuat skema-skema yang malah mempersulit rakyat. Tumpang tindihnya kebijakan yang ada, merupakan praktik nyata kegagalan pemerintahan dalam sistem kapitalis untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, hal ini membuktikan sistem kapitalis tidak dapat mensejahterakan rakyat dan memiliki solusi efektif untuk pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
Oleh: Eno Fadli
(Pemerhati Kebijakan Publik)